Rabu, 01 Februari 2012

Antara Takdir dan Do’a



Assalam, sahabat. Saya menulis ini hanya sekedar ingin menuangkan pikiran dan berbagi pemikiran. Bagi sahabat yang tidak satu pemikiran dengan saya, dapat memberikan gagasannya dan saya dengan senang hati akan menerima dan pemikiran saya pun akan lebih terbuka. ^_^
Saat ini saya sedang ingin menulis tentang misteri takdir dan doa. Dalam Al-Qur’an, takdir setiap manusia yang ada di muka bumi ini telah tertulis di Lauh Mahfudz. Semuanya telah dituliskan oleh Sang Maha Kuasa nan Perkasa seantero jagad, yakni Allah SWT. Hidup, rezeki, umur, sehat, sakit, suka, duka, jodoh, bahkan sampai mati pun telah diatur sedemikian rupa oleh-Nya.
Lalu, untuk apa kita berusaha dan beribadah di dunia ini? Untuk apa pula kita berdoa? Menurut bahasa, doa diartikan sebagai permohonan. Dalam hal ini adalah permohonan kepada Allah SWT. Dalam doa, apa yang sering kita panjatkan? Saya pastikan sahabat semua termasuk saya, berdoa seperti ini :
“Ya Allah, berilah hamba umur yang panjang, badan yang sehat, rezeki yang melimpah, jodoh yang sempurna, kehidupan yang bahagia, dijauhkan dari berbagai penyakit, dan matikan hamba dalam keadaan husnul khotimah.”
Doa yang kita panjatkan tiap waktu tersebut adalah keinginan setiap manusia. Akan tetapi, bukankah segalanya sudah tertulis di Lauh Mahfudz? Untuk apa kita berdoa seperti itu, kalau toh hal itu tidak tertulis dalam Lauh Mahfudz kita? Salahkah kita bila berdoa seperti itu? Lalu apakah dengan berdoa seperti itu dapat merubah apa yang telah dituliskan untuk kita?
Astaghfirullahal’adzim.. Itulah yang sering terlintas dibenak saya, saat saya dihadapkan dengan masa-masa sulit dan berat dalam kehidupan yang bagaikan labirin kawat ini. Saya sebut hidup ini bagaikan labirin karena hidup ini berputar-putar yang entah dimana garis finishnya, seperti labirin. Lalu saya menambahkan kata ‘kawat’ karena dinding kehidupan ini sulit ditembus. Jika ditembus dengan paksa, maka tubuh kitalah yang akan menjadi korban goresannya.
Maha Besar Allah dengan segala kekuatanNya. Dengan karuniaNya, Dia masih memberikan saya waktu untuk mengitari labirin kawat sampai detik ini. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, berkembangnya pemikiran dan kedewasaan, meluasnya jaringan pertemanan, serta berkembangnya zaman di labirin kawat ini, Dia ‘mulai membuka mata hatiku dengan perlahan’.
Saat bulan Ramadhan tahun 2009, saya bersama beberapa sahabat pernah mengikuti seminar Ramadhan di salah satu mesjid di kampung Naringgul, Cipanas. Di hari terakhir, saya mendengarkan tausiah dari seorang Ustadz. Para peserta seminar saat itu, mungkin hanya beberapa orang saja yang fokus mendengarkannya. Kemudian ada salah seorang peserta yang bertanya pada beliau (pertanyaannya tidak begitu saya hiraukan). Beliau pun menjawab pertanyaannya dengan penjelasan panjang lebar yang merambah ke pembicaraan tentang takdir. Itulah yang menarik perhatian saya.
Dari penjelasannya dapat saya tangkap bahwa takdir itu ada 2, yakni qodo dan qodar (semuanya pasti sudah pada tahu, kan?). Qodo adalah takdir yang tidak dapat diubah, sedangkan qodar adalah takdir yang dapat diubah. Qodo telah tertulis jauh sebelum kita lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan qodar dapat kita atur sesuai dengan tekad kita untuk membuatnya menjadi lebih baik.
Lalu, menurut beliau pula takdir (qodo dan qodar)itu bagaikan sebuah pohon yang memiliki ranting-ranting. Jika kita memilih dahan yang baik, maka kita akan menyusuri ranting-ranting yang baik. Namun jika kita memilih dahan yang buruk, maka kita akan menyusuri ranting-ranting yang buruk pula.
Beliau memberi sebuah penjelasan lebih dekat, jika kita memilih menjadi seorang pemabuk, maka hidup kita akan sengsara, jodoh kita tidak akan ideal (mana ada yang mau menikah dengan pemabuk?), tubuh kita menjadi sarang penyakit, rezeki kita akan menyusut, bahkan mati pun akan lebih cepat malah jadi mati konyol. Tapi jika kita menjadi seorang yang pintar mengelola kehidupan dunia dan akhirat atau menjadi orang baik-baik, maka hidup kita pun akan menjadi lebih baik, jodoh kita akan datang dengan sendirinya pada waktu yang tepat, tubuh serta jiwa kita menjadi sehat dan kuat (karena dapat menyelaraskan kesehatan jasmani dan rohani), rezeki yang cukup akan kita syukuri dengan nikmat, bahkan mati pun dapat dimungkinkan husnul khotimah. Insya Allah...
Jadi dapat disimpulkan bahwa takdir kita tergantung pada pilihan yang kita ambil. Inilah keistimewaan manusia selain diberi akal, manusia pun diberikan pilihan. Jika kita ingin mendapatkan takdir yang baik, maka kita harus memilih pilihan yang baik. Jika kita ingin takdir kita buruk,maka pilihlah jalan yang buruk.
Saya memiliki persamaan lain. Jika kita tidak ingin sakit perut, maka belilah makanan yang sehat. Jika kita ingin sakit perut, maka belilah makanan yang basi. Meskipun makanan yang sehat itu harganya lebih mahal dan makanan basi itu harganya jauh lebih murah. Dengan kata lain, setelah kita memilih maka kita akan mendapatkan tantangan baru. Saat memilih makanan sehat, tantangannya adalah harga yang mahal. Saat memilih makanan basi yang jauh lebih murah, tantangannya adalah sakit perut yang mungkin berakhir muntaber. Jadi kembali lagi kepada kita sebagai penentu takdir kita.
Tapi, itu semua tidak semudah kita mengambil keputusan. Masih ada campur tangan Allah SWT. Beberapa paragraf yang telah saya tulis adalah tentang takdir dan pilihan. Sekarang, saya akan membicarakan tentang kaitannya dengan doa.
Sebaik apapun kehidupan yang kita jalani, pasti ada lika-liku dan bebatuan terjal yang menghadangnya. Seringkali kita berharap lebih dari apa yang telah kita capai, tapi jika Dia bilang ‘Tidak’ maka harapan itu tidak akan tercapai. Menurut saya, yang paling utama agar kita dapat meraih apa yang kita inginkan adalah keridhoan Allah SWT, agar Dia senantiasa mengabulkan setiap doa kita.
Ingatlah Tuhan kita memiliki sifat-sifat mulia yang tak terhingga. Dia adalah Sang Maha Pengasih dan Maha Cinta. Kasih sayangNya kepada hambaNya sangatlah melimpah. Yang kita butuhkan dalam menjalani kehidupan dunia ini adalah kasih sayangNya. Di saat atasan sayang kepada anak buahnya, maka anak buahnya tersebut akan dengan mudah naik pangkat. Kita dan Allah SWT pun harus seperti itu. Saat Allah SWT sayang pada kita, maka akan dengan mudahnya kita menjalani hidup ini karena dialah yang memiliki kekuasaan atas hidup ini. Lantas, bagaimana cara mendapatkan kasih sayangNya?
Jawabannya, jadilah hamba yang tulus ikhlas mengharap ridhoNya dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Baik itu yang bersifat hablum minallah maupun hamblum minannas. Selalu taat dan bersabar dalam menjalani kehidupan. Jadilah muslim yang taqwa. Ketahuilah sahabat, saya menulis demikian bukan berarti saya sudah menjadi hamba yang seperti itu. Saya menuliskannya dari sebuah referensi. Seringkali saya goyah bahkan terjatuh, datang dan pergi, belum istiqomah. Saya sedang menjalani proses menuju istiqomah dan menjadi muslimah yang taqwa. Semoga saya bisa dan harus bisa! Aamiin..
Dalam sebuah novel, saya mendapatkan pencerahan tentang takdir dan doa. Dan ternyata doa yang kita panjatkan selama ini tidak tepat dipanjatkan karena pada akhirnya Allah-lah yang menentukan. Misalnya, kita berdoa agar kita diberikan jodoh yang sempurna secara fisik dan finansial, cageur bener pinter, tapi jika Allah telah menumbuhkan cinta kita pada orang yang tidak sesempurna yang kita inginkan, maka standar keinginan dalam doa kita tidak terpenuhi. Kalau boleh, saya bilang doa kita gagal.
Ada kalimat yang sangat kusukai dalam sebuah novel favorit saya, seindah apapun kita merancang skenario hidup kita di masa depan, jika Allah bilang ‘tidak’ maka semuanya tidak akan terjadi. Yang dapat kita lakukan hanyalah berdoa atau memohon agar skenario kita sejalan dengan skenarioNya.
Akhirnya setelah saya menuliskan serangkaian peristiwa bermakna dan bermain dalam pemikiran-pemikiran logis, doa saya kepada Allah menjadi berubah.
“Ya Allah, berikanlah yang terbaik pada hamba. Kasihanilah hamba dengan kasih sayangMu yang melimpah. Semoga apa yang Kau tuliskan untuk hamba di Lauh Mahfudz adalah takdir yang hamba inginkan.”
Doa adalah kekuatan setiap hamba Allah. Dengan doalah seorang hamba berdialog dengan Allah. Allah sangat menyukai hamba-hambanya yang berdoa. Dalam Hadist Qudsi terdapat sebuah keterangan bahwa Allah malu tidak mengabulkan doa hambaNya. Setelah kita berdoa,maka kita pun harus memperlihatkan kepada Allah bahwa doa kita pantas untuk dikabulkan, dengan perbaikan sikap kita. Setelah itu, maka tunggulah jawaban doa kita. Cepat atau lambat, yang pasti Allah akan mengabulkan doa kita di saat yang tepat.
Dalam novel yang sama, saya kembali mengutip kalimat luar biasa, Allah adalah Raja bagi setiap hambaNya. Dia bisa saja menjentikkan jariNya untuk menghasilkan keajaiban besar bagi hambaNya yang membutuhkan. Allah selalu menjawab doa kita dengan caraNya yang teramat indah.
Alhamdulillah, saya telah meluapkan segala pemikiran saya. Sebagai manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan, saya mohon maaf apabila saya keliru. Tentang kebenaran misteri takdir dan doa, hanya Allah SWT-lah yang lebih mengetahui.
Wallohualam bishawab ...
Wassalam^^

Jumat, 27 Januari 2012

Rindu



Langit, aku sedang merindu. Dikala rindu ini menyerang, seluruh tubuhku melemah.
Bagaikan alat elektronik yang mengalami pengurangan daya.
Bagaikan burung yang kehilangan salah satu sayapnya.
Bagaikan jasad tanpa nyawa.
Mataku tak melihat apa yang ada di hadapannya, melainkan melihat apa yang ada di benakku.. kenangan kebersamaan itu begitu nyata dan terlihat. Lagu-lagu cinta mengalun merdu tak kenal waktu dan tempat. Suaranya, terdengar begitu jelas membisik ke dalam hatiku.
Angin, tolong sampaikan padanya bahwa aku, di sini, merindunya.
Angin, tolong bisikkan padanya bahwa aku tidak sabar menantinya.
Awan, tolong bawalah aku melayang bersamamu dan antarkan aku padanya.
Sungguh, ingin kudekap dirinya dan kuleburkan segala rindu dengan air mata.
Di sela-sela tangisku, akan kubisikkan, "Jangan tinggalkan aku lagi, Ma!"

Sabtu, 21 Januari 2012

Ketidakbiasaan



Aku adalah wanita biasa-biasa saja dengan kehidupan yang yaaa sebenarnya tidak biasa, akan tetapi sebisa mungkin aku buat seolah kehidupanku adalah kehidupan yang biasa.
Kemudian kebiasaanku ini berubah menjadi sesuatu. Ketidakbiasaan itu terjadi setelah kamu datang di hidupku.
Tanganmu yang memberanikanku untuk hidup keluar dari kebiasaan.
Dengan peganganmu yang erat, aku pun melangkah mencoba peruntungan.
Berbagai goncangan dan badai datang silih berganti hingga membuatku semakin ragu.
Tapi tatapanmu, meyakinkanku.
Pelukanmu, memberiku kekuatan.
Ciumanmu, memberiku harapan.
Cintamu, memberiku semangat.

Ternyata dunia ketidakbiasaan yang kumasuki adalah dunia baru yang membuat mataku semakin terbuka bahwa di luar sana banyak ketidakbiasaan yang lebih tidak biasa yang harus diperbaiki. Jalan yang kuambil denganmu ini membuatku semakin dewasa dan semakin mengerti tentang hidup di luar sana.
Bersamamu, kuarungi ketidakbiasaan ini. Cintamu yang tidak biasa, membuatku semakin hari menjadi semakin gila. Kau pun membuatku semakin hari semakin haus akan cintamu yang bagaikan tetesan air embun di padang pasir-menyejukan di tempat yang tepat.
Aku tahu, kau tidak menjerumuskanku untuk hidup dengan ketidakbiasaan seperti hidupmu. Kau hanya bertanya, "Kau mau ikut atau tidak? Kalau kau ikut, aku pastikan kita akan bahagia bersama. Kalau kau tidak mau ikut, biarlah kau hidup dengan tenang di duniamu yang biasa dan aku hidup tidak bahagia di duniaku yang tidak biasa, karena kebahagiaanku hanya akan ada jika kau ada"
Langit, tolong sampaikan salamku padaNya.
Sampaikan pula ucapan terima kasih dan rasa syukurku akan takdir yang Dia tuliskan untuk kemudian aku pilih.
Semoga, aku tidak salah memilih. Sampai saat ini, aku tidak pernah menyesal memilih untuk ikut ke dunia yang tidak biasa bersamanya...